Asal Usul Kehidupan Manusia Menurut ISLAM


Al-Quran memberikan jawaban yang amat jelas pada pertanyaan: Pada titik manakah kehidupan bermula? Dalam bagian ini, saya akan mengajukan ayat-ayat Al-Quran yang di dalamnya dinyatakan bahwa Asal Manusia adalah (bersifat) air. Ayat pertama di bawah ini juga menunjuk kepada pembentukan alam semesta.   
 [Tulisan Arab]  

 "Tidakkah orang-orang kafir itu melihat bahwa lelangit dan bumi disatukan, kemudian mereka Kami pisahkan dan Kami menjadikan setiap yang hidup dari air. Lantas akankah mereka tak beriman?" (QS 21:30)  
          Pengertian 'menghasilkan sesuatu dari sesuatu yang lain' sama sekali tidak menimbulkan keraguan. Ungkapan tersebut bisa juga berarti bahwa setiap sesuatu yang hidup dibuat dari air (sebagai komponen pentingnya) atau bahwa semua benda hidup berasal dari air. Kedua makna itu sepenuhnya sesuai dengan data saintifik. Pada kenyataannya, kehidupan berasal dari yang bersifat air dan air adalah komponen yang paling penting dari seluruh sel-sel hidup. Tanpa air hidup menjadi tidak mungkin. Jika kemungkinan kehidupan pada planet lain diperbincangkan, maka pertanyaan yang pertama selalu: Adakah cukup air untuk mendukung kehidupan di tempat tersebut?   Data modern membawa kita untuk berpikir bahwa wujud hidup yang paling tua barangkali termasuk dalam dunia tumbuh-tumbuhan: ganggang telah ditemukan sejak periode pra-Cambria yaitu saat dikenalinya daratan yang paling tua. Organisme yang termasuk dalam dunia hewan barangkali muncul sedikit lebih kemudian: mereka muncul dari laut.   Kata yang di sini diterjemahkan sebagai 'air' pada kenyataannya adalah ma'[2] yang berarti baik air di langit maupun air di lautan atau segala jenis cairan. Dalam arti yang pertama air merupakan unsur yang penting bagi seluruh kehidupan tumbuh-tumbuhan:  
 [Tulisan Arab]   

"(Tuhan sajalah) yang telah menurunkan air dari langit. Maka Kami[3] tumbuhkan (dari air itu) berpasang-pasang tumbuh-tumbuhan yang berbeda-beda." (QS 20:53)   

Inilah perujukan pertama kepada suatu 'pasangan' tumbuh-tumbuhan. Nanti kita akan kembali kepada pengertian ini.   Dalam arti keduanya yang merujuk pada segala jenis cairan, kata tersebut dipergunakan dalam bentuk tak-tentunya untuk menunjukkan zat yang berada pada dasar pembentukan seluruh kehidupan hewan:   
 [Tulisan Arab]   
"Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air." (QS 24:45)   

Sebagaimana akan kita lihat nanti, kata tersebut juga bisa diterapkan pada cairan mani.[4]   Jadi, pernyataan-pernyataan dalam Al-Quran tentang asal-usul kehidupan, apakah itu merujuk kepada kehidupan secara umum, unsur yang melahirkan tumbuh-tumbuhan di dalam tanah ataupun benih hewan-hewan, seluruhnya sepenuhnya sesuai dengan data saintifik modern. Tak satu pun mitos tentang asal-usul kehidupan yang lazim dianggap benar oleh orang pada saat Al-Quran diwahyukan kepada manusia disebutkan dalam teks tersebut.   

 Keberlangsungan Kehidupan  

  Al-Quran merujuk pada banyak aspek kehidupan di dalam dunia hewan dan tetumbuhan. Saya telah menguraikan kesemuanya itu dalam karya saya sebelum ini yang diterbitkan pada tahun 1976 (edisi bahasa Inggris, 1978). Dalam studi ini saya ingin memusatkan perhatian pada ruang yang diberikan dalam Al-Quran kepada tema keberlangsungan kehidupan.   Berbicara secara umum, komentar-komentar yang diberikan atas pembiakan (reproduksi) dalam dunia tumbuh-tumbuhan bersifat lebih panjang daripada yang merujuk kepada pembiakan dalam dunia hewan. Meskipun demikian, ada banyak pernyataan yang menggarap tema reproduksi manusia, sebagaimana akan kita lihat di bawah ini.   Sudah merupakan suatu pengetahuan yang diakui bahwa ada dua metode reproduksi di dalam dunia tumbuh-tumbuhan: yaitu yang bersifat seksual dan aseksual (contohnya, pelipatgandaan spora-spora atau proses menyetek yang merupakan kasus-khusus pertumbuhan). Perlu kita perhatikan, bahwa Al-Quran merujuk kepada bagian-bagian jantan dan betina tetumbuhan tersebut:  
 [Tulisan Arab]    
 "(Tuhan sajalah) yang telah menurunkan air dari langit. Maka Kami tumbuhkan (dari air itu) berpasang-pasang tumbuh-tumbuhan yang saling terpisah." (QS 20:53)   "Satu dari sepasang" merupakan penerjemahan dari kata zauj (jamaknya azwaj) yang arti aslinya adalah " yang bersama-sama dengan yang lainnya membentuk satu pasangan." 

 Kata tersebut bisa juga langsung diterapkan pada pasangan kawin (artinya, manusia), sebagaimana juga pasangan sepatu.  

 [Tulisan Arab]   

"Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang- pasangan." (QS 13:3)   

Pernyataan ini berarti kemaujudan organ-organ jantan dan betina dalam seluruh beragam spesies buah-buahan. Hal ini sepenuhnya sesuai dengan data yang ditemukan pada kurun waktu yang jauh lebih kemudian berkenaan dengan pembentukan buah, karena seluruh tipe berasal dari tetumbuhan yang memiliki organ-organ seksual (sekalipun beberapa varietas, seperti pisang, berasal dari bunga-bungaan yang tidak dibuahi).   Pada umumnya, reproduksi seksual di dunia hewan hanya digarap secara ringkas dalam Al-Quran. Pengecualian dalam hal ini adalah berkenaan dengan manusia. Karena, seperti yang akan kita lihat kemudian dalam bab berikut ini, pernyataan-pernyataan mengenai topik ini berjumlah banyak dan sangat terinci.   ------------- Catatan kaki:   
  1. Seluruh kandungan Al-Quran merupakan ketentuan-ketentuan tertentu mengenai kebiasaan-kebiasaan yang sehat seperti: kebersihan diri, larangan minum alkohol; suatu ketentuan seperti berpuasa di bulan Ramadhan juga merupakan bagian yang jelas dari aturan-aturan ini. Penyebutan madu di dalam Al-Quran tidak mencakup indikasi apa pun mengenai kasus-kasus khusus yang di situ madu ternyata bermanfaat bagi kesehatan manusia. 
  2. Pembaca yang ingin mengetahui lebih lanjut transliterasi bahasa Arab ke Latin, hendaknya melihat bagan dalam Bibel, Quran, dan Sains Modern (Edisi Prancis). 
  3. Perubahan dalam struktur gramatikal suatu ungkapan ini bersifat umum atau lazim dalam Al-Quran. Tuhan adalah yang mula pertama dirujuk secara tak langsung, kemudian teks tersebut mengaitkan Firman-Firman Langsung-Nya, sebab 'Kami' dengan jelas berarti Tuhan. 
  4. Disimpan oleh kelenjar reproduksi, cairan mani mengandung spermatozoa.  
ASAL-USUL MANUSIA DAN TRANSFORMASI-TRANSFORMASI BENTUK MANUSIA SEPANJANG ZAMAN.
 Beberapa ayat di dalam Al-Quran berikut ini tidak mengandung sesuatu pun kecuali makna spiritual mendalam. Yang lainnya, dalam pandangan saya, merujuk kepada transformasi-transformasi yang tampaknya menunjukkan perubahan-perubahan di dalam morfologi manusia. Yang terkemudian ini menguraikan fenomena yang sepenuhnya bersifat material, yang terjadi di dalam berbagai fase tapi selalu dalam susunan yang tepat. Campur tangan kehendak Tuhan, yang mengatasi segalanya, disebutkan beberapa kali dalam ayat-ayat ini. Hal tersebut tampak dimaksudkan untuk mengarahkan transformasi-transformasi yang terjadi selama suatu proses yang hanya bisa diuraikan sebagai suatu 'evolusi.' Di sini, kata tersebut dipergunakan dengan maksud untuk menunjukkan satu rangkaian modifikasi-modifikasi yang tujuannya adalah untuk sampai kepada satu bentuk definitif (tetap). Tambahan pula, penekanan diberikan kepada gagasan bahwa ke-Mahakuasaan Tuhan tampil pada kenyataan bahwa Ia memusnahkan populasi manusia untuk memberi jalan bagi populasi baru lainnya: hal ini tampak bagi saya sebagai tema-tema utama yang muncul dari himpunan ayat Al-Quran yang disatukan di dalam bab ini.   Tak syak lagi, para pengulas terdahulu tidak mampu melihat adanya gagasan bahwa bentuk manusia bisa jadi telah mengalami transformasi. Meskipun demikian, mereka berkehendak untuk mengakui bahwa perubahan-perubahan mungkin saja benar-benar telah terjadi dan mereka mengakui kemaujudan tahapan-tahapan di sepanjang perkembangan embrionik -suatu gejala yang biasa teramati pada seluruh kurun waktu dalam sejarah. Meskipun demikian, hanya pada masa kita inilah, sains modern mengizinkan kita untuk sepenuhnya memahami arti ayat-ayat Al-Quran yang menunjuk kepada tahapan-tahapan berturutan dari perkembangan embrionik di dalam rahim.   Pada saat ini kita memang bisa bertanya-tanya apakah perujukan-perujukan di dalam Al-Quran kepada tahap-tahap yang berurutan dari perkembangan manusia, paling tidak pada beberapa ayat, tidak melampaui sekadar pertumbuhan embrionik sedemikian sehingga mencakup transformasi-transformasi morfologi manusia yang terjadi selama berabad-abad. Kemaujudan perubahan-perubahan seperti itu telah secara resmi dibuktikan oleh paleontologi dan buktinya sangat banyak sehingga tak perlu lagi untuk mempertanyakannya.   Para penafsir Al-Quran terdahulu barangkali tak punya firasat bakal adanya penemuan-penemuan pada berabad-abad kemudian. Mereka hanya bisa memandang ayat-ayat khusus ini dalam konteks perkembangan embrio, tak ada alternatif lain pada masa itu.   Kemudian tibalah bom Darwin yang -melalui pemuntiran terang-terangan teori Darwin oleh para pengikut awalnya- mengekstrapolasikan pengertian tentang suatu evolusi yang bisa diterapkan atas manusia, meskipun tingkat evolusinya belum lagi dibuktikan di dalam dunia hewan. Dalam hal Darwin, teori tersebut didorong sampai ke tingkat ekstrem sedemikian sehingga para peneliti mengklaim sebagai telah memiliki bukti bahwa manusia berasal dari kera -suatu gagasan yang, bahkan pada masa sekarang, tak seorang ahli paleontologi terhormat sekalipun mampu membuktikannya. Meski demikian jelas terdapat satu jurang yang sangat senjang di antara konsep tentang manusia yang berasal dari kera (suatu teori yang sepenuhnya tak bisa dipertahankan) dengan gagasan transformasi-transformasi bentuk manusia di sepanjang waktu (yang telah sepenuhnya dibuktikan). Kerancuan antara keduanya telah mencapai puncaknya ketika mereka digabungkan menjadi satu -dengan hujjah-hujjah yang sangat dicari-cari- di bawah panji kata EVOLUSI. Kerancuan yang tidak menguntungkan ini telah menyebabkan beberapa orang secara salah mengkhayalkan bahwa karena kata tersebut dipergunakan untuk menunjuk manusia, maka ia mesti berarti bahwa, menurut kenyataan itu sendiri, Asal Manusia bisa dilacak hingga kera.   Adalah amat penting untuk memahami dengan gamblang perbedaan di antara keduanya; kalau tidak, ada risiko timbulnya kesalahpahaman tentang makna yang dikaitkan kepada beberapa ayat Al-Quran tertentu yang akan saya kutip. Di dalam ayat-ayat ini tak ada satu isyarat yang paling samar-samar pun berkenaan dengan bukti untuk mendukung teori materialistis tentang asal-usul manusia yang amat mengguncangkan kaum Muslim, Yahudi dan Nasrani tersebut.  

 Makna Spiritual Mendalam Penciptaan Manusia dari Tanah 

 Sebagaimana ditunjukkan oleh kedua ayat berikut ini, manusia ditampilkan di dalam Al-Quran sebagai suatu wujud yang amat erat berkaitan dengan tanah (perujukan pertama):  

 [Tulisan Arab]   

"Dan Allah menumbuhkan kamu sebagai suatu tumbuhan dari tanah, dan kemudian Dia akan mengembalikan kamu kepadanya, Dia akan mengeluarkan kamu lagi, sebagai suatu keluaran baru." (QS 71 :17-18)   

Ayat berikut ini menyebutkan tentang tanah (perujukan nomor 2):  
 [Tulisan Arab] 
  "Dari (tanah) itulah Kami,[5] membentuk kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain. " (QS 20:55)  

 Aspek spiritual asal manusia dari tanah ini ditekankan oleh kenyataan bahwa kita mesti kembali ke tanah setelah kematian dan juga oleh gagasan bahwa Tuhan akan mengeluarkan kita lagi pada Hari Pengadilan, suatu makna spiritual yang, sebagaimana telah kita lihat, juga ditegaskan oleh Bibel.   Sehubungan dengan penerjemahan di atas, berkenaan dengan perujukan nomor 2, saya ingin menunjukkan kepada baik para pembaca berbahasa Arab maupun yang menguasai bahasa Arab di Barat, kata bahasa Arab khalaqa biasa diterjemahkan dengan kata kerja 'menciptakan'. Tetapi, penting untuk diketahui, bahwa sebagaimana ditunjukkan oleh kamus yang amat baik yang disusun oleh Kasimirski, arti asli kata tersebut adalah 'memberikan suatu proporsi kepada sesuatu atau membuatnya memiliki proporsi atau jumlah tertentu.' Bagi Tuhan (saja), penerjemahan tersebut telah dimudahkan dengan penggunaan kata 'menciptakan,' yakni mewujudkan sesuatu yang sebelumnya tidak maujud. Dengan berbuat demikian, orang-orang yang secara eksklusif menggunakan istilah 'menciptakan' sebagai merujuk kepada tindakan itu, telah gagal menerjemahkan gagasan tentang 'proporsi' yang menyertainya. Penerjemahan yang lebih tepat, barangkali, adalah dengan menggunakan kata 'membentuk' atau 'membentuk dalam proporsi tertentu.' Hal ini akan membawa kita lebih dekat kepada makna asli kata bahasa Arabnya. Inilah sebabnya, kenapa saya telah memilih menggunakan kata 'membentuk' di dalam sebagian besar terjemahan-terjemahan saya, dengan makna yang disiratkan oleh kata bahasa Arab primitifnya.   

Komponen-Komponen Bumi (Tanah) Dan Pembentukan Manusia.

   Makna spiritual utama asal-usul manusia dari tanah tidak menyingkirkan pengertian, yang ada di dalam Al-Quran, tentang apa yang pada masa kini disebut sebagai 'komponen-komponen' kimiawi tubuh manusia yang bisa ditemukan di tanah[6] agar bisa membawakan pengertian ini yang pada masa kini diakui sebagai tepat secara saintifik kepada orang-orang yang hidup ketika Al-Quran diwahyukan, maka terminologi yang sesuai dengan tingkat pengetahuan pada masa itu harus digunakan. Manusia dibentuk dari komponen-komponen yang dikandung di dalam tanah. Gagasan ini muncul dengan sangat jelas dari berbagai ayat yang di dalamnya elemen-elemen pembentuk tersebut ditunjukkan dengan berbagai nama (perujukan nomor 3): 

 [Tulisan Arab]  

 "Dia telah menyebabkan kamu tumbuh dari bumi (tanat)." (QS 11.61)   

Gagasan tentang tanah (ardh di dalam bahasa Arab) diulangi pada surah 53 ayat 32.   Tuhan berbicara kepada manusia (perujukan nomor 4):  

 [Tulisan Arab]   

"Maka sesungguhnya Kami telah membentukmu dari tanah gemuk (soil)." (QS 22 :5)  

  Asal manusia dari tanah gemuk (thurab di dalam bahasa Arab) diulangi dalam surah 18 ayat 37, surah 30 ayat 20, surah 35 ayat 11 dan surah 40 ayat 67. Selanjutnya (perujukan nomor 5):  

 [Tulisan Arab]  

 "Dialah yang membentuk kamu dari lempung." (QS 6 :2)   

Lempung (thin dalam bahasa Arab) dipergunakan dalam beberapa ayat untuk mendefinisikan komponen-komponen pembentuk manusia. Selanjutnya (perujukan nomor 6):  

  [Tulisan Arab]  

 "(Tuhan) memulai penciptaan manusia dari lempung." (QS 32:7)  

 Penting untuk dicatat dalam hal ini bahwa Al-Quran menunjuk kepada 'awal' suatu penciptaan dari lempung. Hal ini jelas bermakna bahwa tahap yang lain akan segera mengikuti.   Meskipun tampak tidak memberikan data baru bagi studi masa kini, kutipan berikut ini diberikan demi kelengkapan. Ayat ini merujuk kepada manusia (perujukan nomor 7): 

  [Tulisan Arab]  

 "Sesungguhnya Kami telah membentuk mereka dari lempung yang pekat." (QS 37:11)   

Selanjutnya (perujukan nomor 8):   

 [Tulisan Arab]   

 "Dia membentuk manusia dari lempung, seperti tembikar." (QS 55:14)   

Citra di atas menunjukkan bahwa manusia 'dimodelkan', sebagaimana ditunjukkan dalam ayat berikut ini. Kita juga bisa menemukan gagasan tentang 'pencetakan' manusia, yang merupakan subyek sub-bagian berikut (perujukan nomor 9):  

 [Tulisan Arab]   

"Dan sesungguhnya Kami telah membentuk manusia dari lempung, dari lumpur yang dicetak." (QS 15:26)   

Gagasan yang sama diulangi (perujukan nomor 10): 
  [Tulisan Arab]   "Dan sesungguhnya Kami telah membentuk manusia dari suatu saripati lempung." (QS 23 :12)   

 Saya menggunakan kata 'saripati' untuk menerjemahkan istilah bahasa Arab sulalat yang berarti 'sesuatu yang disarikan dari sesuatu yang lain' sebagaimana akan kita lihat nanti. Kata tersebut muncul di bagian lain Al-Quran, yang di dalamnya dinyatakan bahwa Asal Manusia adalah sesuatu yang disarikan dari cairan mani; (pada masa kini diketahui bahwa komponen aktif cairan mani adalah organisme sel tunggal yang disebut 'spermatozoon' ).   Saya membayangkan bahwa 'saripati lempung' pasti merujuk pada berbagai komponen kimiawi yang menyusun lempung yang disarikan dari air yang dalam hal bobotnya merupakan unsur utama.   Air yang di dalam Al-Quran dianggap sebagai asal-usul seluruh kehidupan, disebutkan sebagai unsur penting dalam ayat berikut (perujukan nomor 11): 

  [Tulisan Arab]   "Dan Dia (pula) yang membentuk manusia dan air, maka Dia jadikan pertalian keturunan (oleh laki-laki) dan kekeluargaan oleh wanita." (QS 25:54)  

 Sebagaimana di tempat lain dalam Al-Quran, 'manusia' yang dirujuk di sini adalah Adam.   Beberapa ayat menyinggung penciptaan wanita (perujukan nomor 12):  

 [Tulisan Arab]   "Tuhanmu sajalah) yang telah membentuk kamu dari setunggal diri dan darinya menciptakan istrinya." (QS 4:1)   

Ayat ini diulangi pada surah 7 ayat 189 dan surah 39 ayat 6. Topik yang sama dirujuk dalam peristilahan yang kurang lebih sama dalam surah 30 ayat 21 dan surah 42 ayat 11.   Tak akan timbul keraguan bahwa di dalam kedua belas perujukan di atas banyak ruang diberikan kepada perenungan simbolis tentang Asal Manusia, termasuk suatu isyarat yang jelas tentang apa yang akan terjadi atasnya setelah kematiannya, dan mengandung penunjukan-penunjukan kepada fakta bahwa manusia akan kembali ke bumi demi dimunculkan kembali pada Hari Pengadilan. Meskipun demikian, di sana juga tampak adanya perujukan kepada komposisi kimiawi tubuh manusia.   ------------- Catatan kaki:   5 Kami menunjukkan Tuhan. 6 Yang dimaksud komponen, atau 'unsur' (istilah-istilah yang digunakan untuk lebih mempermudah membaca teks), ialah materi yang dapat diekstraksi dari bumi dan yang tidak merusak bentuk, yakni berbagai komponen atom yang membentuk molekul; seluruh unsur yang membentuk bagian tubuh manusia ada dalam jumlah yang lebih sedikit atau lebih banyak di bumi.

Transformasi-Transformasi Manusia Sepanjang Berabad-Abad .

  Bertentangan dengan di atas, komentar yang diberikan terhadap beberapa ayat Al-Quran, yang akan saya kutip di bawah ini, terutama mengandung pengertian-pengertian material. Kita di sini berada di dalam lingkungan transformasi-transformasi morfologis tulen yang terjadi dalam cara yang selaras dan seimbang berkat adanya suatu organisasi yang amat terencana, mengingat fenomena-fenomena tersebut terjadi dalam tahap-tahap yang berturutan. Dengan demikian, kehendak Tuhan yang terus-menerus memimpin nasib masyarakat manusia, ditampakkan dalam keseluruhan kekuatan dan keagungan-Nya melalui peristiwa-peristiwa ini.   Al-Quran, pertama kali, berbicara tentang suatu 'penciptaan', tetapi ia meneruskan dengan menguraikan suatu tahap kedua, yang di dalamnya Tuhan memberikan bentuk kepada manusia. Tak syak lagi, penciptaan dan organisasi morfologis manusia dilihat sebagai peristiwa-peristiwa yang berturutan.   Tuhan berbicara kepada manusia (perujukan nomor 13):   

 [Tulisan Arab]   "Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami memberimu bentuk, kemudian Kami katakan kepada para Malaikat: 'Bersujudlah kamu kepada Adam'." (QS 7:11)   

Karenanya, adalah mungkin untuk membedakan tiga peristiwa berturutan yang dua di antaranya penting bagi studi kita: Tuhan menciptakan manusia dan kemudian memberinya suatu bentuk (Shawwara dalam bahasa Arab).   Di bagian-bagian lain dinyatakan bahwa bentuk manusia akan bersifat selaras (perujukan nomor 14):  

 [Tulisan Arab]   "Ketika Tuhan mereka berfirman kepada para malaikat: Aku hendak membentuk seorang manusia dari lempung, dari lumpur yang diacu; bila Aku telah membentuknya secara selaras dan meniupkan ke dalamnya ruh-Ku, maka sujudlah kepadanya." (QS 16 :28-29)   

Ungkapan 'membentuk dengan selaras' (sawwai) diulangi dalam surah 38 ayat 72.   Ayat lain menguraikan bagaimana bentuk selaras manusia didapat melalui adanya keseimbangan dan kompleksitas struktur. Kata kerja rakkaba dalam bahasa Arab berarti 'membuat sesuatu dari komponen-komponen' (perujukan nomor 16):   

 [Tulisan Arab]   "(Tuhanlah) yang telah menciptakan kamu lalu membentukmu secara selaras dan dalam proporsi yang tepat, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia membuatmu dari komponen-komponen." (QS 82 :73)  

  Manusia diciptakan dalam bentuk apa pun yang Tuhan kehendaki. Ini adalah suatu hal yang amat penting.   Tuhan berbicara kepada manusia (perujukan nomor 16):

 [Tulisan Arab]   "Sesungguhnya Kami telah membentuk manusia menurut rencana organisasional yang sebaik-baiknya." (QS 95 :4)   

Kata bahasa Arab taqwim berarti 'mengorganisasikan sesuatu dengan cara terencana' yang, oleh karena itu, berarti suatu susunan kemajuan yang telah lebih dahulu didefinisikan secara cermat. Kebetulan sekali para spesialis evolusi, ketika menguraikan transformasi-transformasi yang terjadi sepanjang waktu, menggunakan ungkapan itu pula: perencanaan organisasional itu sudah benar-benar terbukti dari studi-studi saintifik mengenai masalah ini.   Konteks surah 95, yang darinya ayat di atas diambil, adalah penciptaan manusia secara umum dengan merujuk kepada kenyataan bahwa begitu manusia telah diberi bentuk yang sedemikian terorganisasikan oleh kehendak Tuhan, ia terbenam ke dalam kondisi yang amat buruk (yang berarti jompo dalam usia tua). Surah tersebut sama sekali tidak menyebut-nyebut perkembangan embrionik melainkan hanya menguraikan penciptaan makhluk manusia secara umum. Dalam kerangka struktur, perencanaan organisasional tersebut jelas merujuk kepada spesies manusia sebagai suatu keseluruhan.   Penafsiran yang telah saya berikan atas ayat ini mencerminkan pentingnya konteks sebagai sarana untuk menyampaikan apa yang dirujuk oleh suatu kata tertentu (perujukan nomor 17): 

 [Tulisan Arab]   "Dia sesungguhnya telah membentukmu dalam tahap-tahap (tingkat-tingkat)." (QS 71:14)  

 Kata bahasa Arab yang diterjemahkan di sini sebagai 'tahap-tahap' atau 'tingkat-tingkat', adalah athwar (kata tunggalnya thaur). Inilah satu-satunya ayat di dalam Al-Quran yang di dalamnya kata tersebut muncul dalam bentuk majemuknya. Tidak mungkinlah untuk mencari-cari di tempat lain di dalam teks tersebut kepastian mengenai apakah 'tahap-tahap' atau 'tingkat-tingkat' itu -yang jelas merujuk kepada manusia- berkenaan dengan perkembangan manusia di dalam rahim (yakni, seperti yang diduga oleh para pengulas terdahulu dan yang juga merupakan anggapan saya sendiri di dalam buku saya terdahulu), ataukah kesemuanya itu menunjuk kepada transformasi-transformasi yang dialami oleh spesies manusia di sepanjang waktu. Ini adalah satu masalah yang patut direnungkan.   Untuk memperoleh jawabannya, sudah pasti pertama sekali kita mesti membahas tema tersebut sebagaimana diuraikan di dalam Al-Quran. Demikianlah kita melihat bahwa surah 7l, yang darinya ayat di atas kita ambil, terutama berhubungan dengan tanda-tanda ke-Mahakuasaan dan Kekuasaan Tuhan sebagai Pencipta secara umum. Bagian di dalam Al-Quran yang mencakup ayat 14 (satu bagian yang merujuk pada khutbah Nuh kepada kaumnya) secara esensial tertanam di dalam rahmat Tuhan, kerahiman-Nya di dalam memberi manusia karunia-karunia-Nya dan ke-Mahakuasaan-Nya di dalam menciptakan manusia, langit, matahari, bulan, dan bumi. Berkenaan dengan masalah penciptaan, Al-Quran menyebut aspek spiritual penciptaan manusia dari tanah (perujukan nomor 1 di dalam ayat-ayat yang dikutip di atas).   Sama sekali tak ada penunjukan, di dalam surah 71, kepada perkembangan bayi yang belum lahir, suatu persoalan yang oleh para pengulas terdahulu diduga sebagai ditunjukkan oleh kata 'tahap-tahap.' Meskipun kata tersebut tidak dipergunakan di tempat lain dalam teks tersebut, namun Al-Quran tak syak lagi menunjuk secara terinci pada banyak surat lain berkenaan dengan 'tahap-tahap' perkembangan embrionik ini (lihat bab selanjutnya). Meskipun demikian, tak ada perujukan di dalam surah ini. Meskipun demikian, kita tidak bisa menyingkirkan kemungkinan bahwa bagian dari Al-Quran yang kita perbincangkan di sini boleh jadi benar-benar menambahkan perkembangan ber-'tahap' embrio di dalam rahim kepada topik-topik lain yang disebutkan di atas: tak ada satu isyarat pun yang menunjukkan bahwa hal tersebut boleh diabaikan.   Kenyataannya, perkembangan individu dan spesies-spesies yang memilikinya, berkesesuaian dengan faktor-faktor penentu itu juga sepanjang waktu; faktor-faktor tersebut merupakan gen-gen yang memainkan peran yang amat menentukan di dalam pengelompokan warisan keayahan atau keibuan di dalam tingkatan mula reproduksi. Apakah kita memilih menghubungkan fase-fase ini dengan perkembangan individual atau spesies-spesies itu, konsep yang diungkapkan tetap sepenuhnya selaras dengan data saintifik modern mengenai masalah ini.   Kemudian ayat-ayat yang mendahului perujukan nomor 17 secara memadai menyatakan dengan jelas bahwa bentuk manusia mengalami transformasi-transformasi sedemikian sehingga sekalipun jika kita menghilangkan perujukan nomor 17 makna umumnya tidak akan terpengaruh.   Dua ayat berikut ini menunjuk pada penggantian suatu masyarakat manusia oleh masyarakat manusia lainnya (perujukan nomor 18)   

 [Tulisan Arab]   "Kami telah menciptakan mereka dan menguatkan mereka, dan apabila Kami kehendaki, maka Kami mengganti mereka sepenuhnya dengan orang-orang yang serupa dengan mereka." (QS 76:28)   

Amatlah mungkin bahwa 'penguatan' yang disebutkan di dalam ayat di atas menunjuk kepada susunan fisik manusia. (perujukan nomor 19):   

 [Tulisan Arab]   "Jika (Dia) menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu dan menggantimu dengan yang dikehendaki-Nya setelah kamu (musnah), sebagaimana Dia telah menjadikan kamu dari keturunan orang-orang lain." (QS 6:133)   

Kedua ayat di atas menekankan kesirnaan masyarakat-masyarakat manusia tertentu dan penggantiannya oleh masyarakat-masyarakat lainnya, sesuai dengan kehendak Tuhan, sepanjang waktu tertentu.   Para pengulas terdahulu, terlebih-lebih, memandang ayat-ayat ini sebagai hukuman yang ditimpakan oleh Tuhan atas masyarakat-masyarakat yang penuh dosa. Secara umum, aspek religiuslah yang terutama ditekankan. Meskipun demikian, di sana pun ada fakta material dan hal ini jelas diungkapkan dalam bentuk sirnanya berbagai masyarakat (yang ukurannya tidak disebutkan) dan penggantian pada kurun waktu tertentu dari suatu masyarakat-masyarakat tertentu oleh keturunan-keturunan bangsa-bangsa launnya.   Oleh karena itu, kesimpulannya ialah bahwa kelompok-kelompok manusia yang telah maujud sepanjang waktu kiranya mempunyai morfologi yang beragam, tetapi modifikasi-modifikasi ini telah berlangsung sesuai dengan rencana organisasional yang ditetapkan oleh Tuhan; masyarakat musnah dan digantikan oleh kelompok-kelompok lainnya: inilah yang dengan berbagai ungkapan harus disampaikan oleh Al-Quran kepada kita. Adalah sia-sia untuk mencari kesenjangan-kesenjangan di antara Al-Quran dan data palentologi atau dengan informasi yang memungkinkan kita untuk membayangkan adanya suatu evolusi kreatif, karena tidak ada hal demikian.

REPRODUKSI MANUSIA: AKIBAT-AKIBATNYA ATAS TRANSFORMASI- TRANSFORMASI SPESIES .

 Setelah mencapai bab penelitian kita ini berkenaan dengan jawaban-jawaban yang diberikan oleh Al-Quran kepada pertanyaan 'dari manakah asal-usul manusia?' kiranya kita barangkali cenderung untuk berpikir bahwa tema ini telah sepenuhnya tergarap. Halnya memang tampak demikian setelah kita pelajari ayat-ayat yang dikutip dalam dua bab sebelumnya. Tetapi kita mesti ingat bahwa mengenai salah satu ayat ini kita melihat betapa bermanfaatnya untuk terus melanjutkan analisis kita dengan bertumpu pada data yang terdapat di dalam Al-Quran berkenaan dengan reproduksi manusia.   Sesungguhnya pernyataan-pernyataan Al-Quran yang berhubungan dengan tema ini mengandung jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan mengenai transformasi-transformasi yang terjadi dalam morfologi manusia selama berabad-abad yang memang diatur oleh kode genetik yang terbentuk karena bersatunya kromosom-kromosom yang diterima dari sel-sel reproduksi keayahan dan keibuan. Dengan demikian, warisan genetik yang disatukan menentukan pertama embrio[7] dan kemudian foitus,[8] suatu kemungkinan munculnya perubahan-perubahan morfologis sebagaimana dibandingkan dengan yang dimiliki oleh ayah atau ibu. Modifikasi-modifikasi ini menjadi bersifat pasti atau definitif setelah anak dilahirkan dan selama pertumbuhannya di masa kanak-kanaknya. Paling tidak modifikasi-modifikasi ini memberi kepada sang anak kepribadian struktural yang bersifat khas. Lepas dari kembar identik yang terbentuk dari satu ovule tak satu manusia pun benar-benar sama satu sama lain. Sedangkan paling jauh hal ini adalah persoalan perbedaan-perbedaan susunan yang mempengaruhi spesies itu sendiri. Karena itu, keseluruh-terpaduan perubahan yang terjadi dari generasi ke generasi, yang akhirnya menentukan transformasi-transformasi morfologis yang telah dicatat oleh para ahli paleontologi pada berbagai kelompok manusia sejak zaman dulu.   Konsekuensinya, kita harus meninjau kembali pokok-pokok utama mengenai reproduksi yang terdapat di dalam Al-Quran. Oleh karena itu, secara ringkas saya akan meringkaskan studi terinci atas masalah ini yang muncul dalam Bibel, Al-Quran dan Sains Modern.   Bagi kita, menangkap makna (khususnya berkenaan dengan perbandingan antara pernyataan-pernyataan yang terkandung didalam Kitab-kitab Suci dan data saintifik), kita mesti ingat bahwa teks tersebut diturunkan kepada manusia pada abad ketujuh AD (Anno Domini)*. Karya manusia apa pun pada masa itu mengemukakan pernyataan-pernyataan yang tak tepat. Ilmu belum berkembang, maka mau tak mau pemaparan apa pun mengenai reproduksi manusia penuh dengan gagasan-gagasan yang berasal dari mitos dan tahyul. Harus bagaimana lagi, sebab untuk memahami mekanisme kompleks dalam proses ini, manusia harus mengetahui anatomi dan menggunakan mikroskop, dan ilmu-ilmu dasar mesti dimaujudkan sehingga hal ini akan melicinkan jalan bagi fisiologi, embriologi dan ilmu kebidanan.  

 Pengingat Gagasan-Gagasan Tertentu Mengenai Reproduksi Manusia 

  Yang saya niatkan di sini bukanlah mengajukan teori-teori tetapi menyajikan gagasan-gagasan yang didasarkan pada fakta-fakta. Teori-teori pada hakikatnya terbuka bagi perubahan. Jika didekati dari suatu sudut teoritis, sains yang berada dalam keadaan yang sahih sekarang bisa saja disalahkan besok. Oleh karena itu, suatu dasar yang memadai untuk perbandingan adalah dasar yang bertumpu pada daya saintifik dan tidak terbuka bagi perubahan, yang telah benar-benar dikukuhkan dan diuji melalui eksperimentasi dan malah mungkin telah secara efektif dipraktekkan.   Sudah merupakan fakta yang diakui bahwa reproduksi manusia berlangsung dalam suatu rangkaian proses yang dimulai dengan pembuahan di dalam tabung Falopia,* suatu sel telur yang telah memisahkan dirinya dari indungnya di tengah perjalanan melalui siklus menstrual. Yang melakukan pembuahan tersebut adalah suatu sel yang berasal dari pria, yaitu spermatozoa, yang berpuluh-puluh juta spermatozoa terkandung dalam satu sentimeter kubik sperma. Meskipun demikian, yang dibutuhkan untuk menjamin terjadinya pembuahan adalah satu spermatozoa saja, atau dengan kata lain, sejumlah sangat kecil cairan sperma. Cairan benih dan spermatozoa diproduksi oleh buah pelir dan untuk waktu tertentu disimpan di dalam suatu sistem saluran dan tandon. Ketika terjadi kontak seksual, spermatozoa itu berpindah dari tempat penyimpanannya ke saluran kencing, dan di tengah jalan, cairan tersebut diperkaya dengan keluaran-keluaran getah lebih lanjut yang, meskipun demikian, tidak mengandung unsur-unsur pembuah. Keluaran-keluaran getah ini, meskipun demikian, akan memberikan suatu pengaruh besar atas pembuahan tersebut dengan membantu sperma untuk sampai ke tempat sel telur wanita dibuahi. Dengan demikian, cairan sperma itu merupakan suatu campuran: ia mengandung cairan benih dan berbagai keluaran getah tambahan.   Begitu sel telur dibuahi, ia turun ke rahim melalui tabung Falopia; bahkan pada saat ia turun itulah, ia telah mulai terpecah. Kemudian 'menanamkan' dirinya dengan menyusup ke dalam ketebalan atau kekentalan lendir dan otot-otot, begitu tembuni terbentuk.   Segera setelah embrio tampak oleh mata telanjang, ia terlihat sebagai suatu kelemit daging yang tidak memiliki bagian-bagian yang bisa dibedakan. Di sana ia berkembang secara bertahap hingga mencapai satu bentuk manusia, selama tahap-tahap ini bagian-bagian tertentu seperti kepala agak lebih besar volumenya dibanding bagian-bagian tubuh selebihnya. Hal-hal ini akhirnya menyusut, sedang struktur penopang hidup dasar membentuk kerangka yang dikelilingi otot-otot, sistem syaraf, sistem peredar, isi perut (bagian dalam tubuh) dan sebagainya.   

 Pernyataan-Pernyataan dalam Al-Quran .

   Ringkasan singkat di atas menggambarkan tahap-tahap dasar perkembangan yang pada halaman-halaman berikut akan kita perbandingkan dengan pernyataan-pernyataan dalam Al-Quran. Untuk lebih mempermudah pemahaman atas butir-butir yang diajukan di dalam Al-Quran, kiranya bisa didaftar sebagai berikut:   1. sejumlah kecil cairan yang dibutuhkan untuk pembuahan; 2. campuran cairan pembuahan; 3. penanaman telur yang telah dibuahi; 4. evolusi embrio     Sejumlah Cairan Yang Dibutuhkan Untuk Pembuahan .

 [Tulisan Arab]   "(Tuhan) telah membentuk manusia dari sejumlah kecil mani." (QS 16:4) 

  Ungkapan ini terdapat sebelas kali dalam Al-Quran. Kata bahasa Arab yang diterjemahkan di sini sebagai sejumlah kecil (sperma) adalah nuthfah. Barangkali hal ini bukanlah penerjemahan yang paling ideal, tetapi tampaknya tak ada satu kata dalam bahasa Inggris pun yang bisa sepenuhnya menangkap makna penuhnya. Kata tersebut berasal dari kata kerja bahasa Arab yang berarti 'jatuh bertitik atau menetes.' Arti utamanya merujuk kepada jejak cairan yang tertinggal di dasar sesuatu ember setelah ember dikosongkan. Dengan kata lain sejumlah sangat kecil cairan yang merupakan arti kedua kata tersebut yaitu setetes air. Dalam contoh khusus ini ia berarti sejumlah kecil sperma, karena kata tersebut dikaitkan dengan kata 'sperma' (mani di dalam bahasa Arab) dalam ayat berikut:   

 [Tulisan Arab]   "Bukankah (manusia) dahulu merupakan setetes mani yang ditumpahkan." (QS 75:37)  

 Penting untuk disadari bahwa Al-Quran menyatakan secara jelas bahwa kemampuan sperma untuk membuahi tidak bergantung pada volume cairan yang di-'semburkan.' Gagasan bahwa sejumlah sangat kecil cairan sebagai sepenuhnya bersifat efektif tidak segera tampak nyata. Orang-orang yang tak tahu fakta sebenarnya berkenaan dengan gejala ini pasti akan cenderung berpikir sebaliknya. Namun lebih dari seribu tahun sebelum kemaujudan spermatozoa ditemukan di awal abad 17 Al-Quran mengungkapkan gagasan-gagasan yang terbukti benar berdasarkan penemuan identitas unsur pembuah yang diukur dalam satuan-satuan perseribu milimeter. Adalah benar-benar spermatozoalah yang terdapat di dalam cairan benih yang mengandung pita DNA. Hal ini pada gilirannya membentuk kendaraan bagi gen-gen dari sang ayah yang bersatu dengan gen-gen dari ibu untuk membentuk warisan genetik bagi calon manusia.   Gen-gen yang terkandung di dalam sel reproduksi pria -yang bergabung dengan gen-gen sel reproduksi wanita- membentuk faktor-faktor yang akan menentukan berbagai kekhasan calon manusia itu. Sebagaimana telah kita lihat sebelumnya dalam buku ini, begitu penyusutan kromatik berlangsung, maka spermatozoa itu membawa gen-gen yang mengandung faktor-faktor yang menentukan apakah calon manusia itu akan berjenis kelamin laki-laki (hemicromosom Y) atau wanita (hemicromosom X). Jika, di antara tak terhitung banyaknya spermatozoa yang berkumpul di sekitar tepi sel telur sebagai sel-sel pembuah yang mungkin, satu spermatozoa yang benar-benar berhasil membuahinya mengandung hemicromosom Y, maka calon anak tersebut akan menjadi anak laki-laki. Jika spermatozoa yang menembus sel telur mengandung hemicromosom X, maka anak tersebut akan menjadi seorang anak perempuan. Oleh karena itu, jenis kelamin seseorang, secara genetik, ditentukan pada saat terjadi pembuahan oleh unsur pembuah, dalam sejumlah sangat kecil, dan setelahnya kekhasan-kekhasan seksual anak tersebut terus terbentuk. Al-Quran mengandung pernyataan di bawah ini mengenai masalah di atas (ketika merujuk kepada manusia):   [Tulisan Arab]   "Dari sejumlah kecil cairan, (Tuhan) membentuknya (dalam proporsi yang tepat) lalu menentukannya." (QS 80:19)   (Saya telah menerjemahkan kata khalaqa sesuai dengan arti aslinya -yang disebutkan dalam bab sebelumnya- yaitu 'membentuk dengan proporsi yang sesuai' atau 'membentuk' dan bukannya dengan kata kerja 'menciptakan.'   Kita tentu mesti mengakui bahwa dalam hal ini ada kesesuaian yang mencengangkan antara pernyataan-pernyataan dalam Al-Quran berkenaan dengan suatu ketentuan yang ditetapkan pada tahap ini dan pengetahuan kita tentang fakta bahwa warisan genetik yang diterima dari ayahlah yang menentukan jenis kelamin seseorang suatu hal yang ditekankan di atas.   ------------- Catatan kaki:   7 Sebelum bulan kedua masa kehamilan. 8 Setelah bulan kedua masa kehamilan. * Anno Domini: penanggalan yang dibuat dengan bertolak dari kelahiran Yesus penyunting. * Tabung Falopia: pembuluh lembut yang menghubungkan rahim dengan daerah indung telur dalam sistem reproduksi wanita (manusia) dan betina (hewan-hewan bertulang belakang yang lebih tinggi) - penyunting. 9 Jika memang demikian, tentu hukum-hukum ketata-bahasaan satu segi dari teks Al-Quran yang tak pernah salah akan menentukan bahwa kata itu muncul dalam bentuk ganda, dan bukan dalam bentuk jamak sebagaimana muncul di sini. * Prostat: sebuah kelenjar pada hewan menyusui yang terdiri atas jaringan otot dan kelenjar yang mengelilingi saluran kencing (sperma) pada kandung kemih -penyunting.


Kompleksitas Cairan Pembuah 

  Ini merupakan suatu konsep yang sangat tepat dan dengan gamblang diungkapkan dalam ayat-ayat Al-Quran berikut ini.   

[Tulisan Arab]   "Sungguh Kami telah membentuk manusia dari sejumlah kecil cairan yang bercampur." (QS 76 :2)   

Istilah 'cairan-cairan yang bercampur' berkaitan dengan kata Arab amsyaj. Para pengulas terdahulu mengartikan kata ini sebagai suatu cairan laki-laki dan wanita[9] sedemikian sehingga seakan-akan wanita juga menghasilkan cairan-cairan yang berperan dalam reproduksi. Penafsiran seperti ini tak bisa dipertahankan lagi. Hal ini tak lain adalah cerminan dari gagasan-gagasan yang populer pada saat Al-Quran diwahyukan kepada manusia, suatu periode yang di dalamnya secara amat alami orang tak tahu apa-apa tentang fisiologi atau embriologi wanita. Hal ini menjelaskan kenapa para pengulas terdahulu percaya pada kemaujudan suatu cairan yang bersumber dari wanita yang berperan dalam proses pembuahan. Celakanya, pendapat-pendapat seperti ini, yang diungkapkan oleh para pengulas yang tak syak lagi sangat terkemuka dan memenuhi syarat untuk berbicara tentang masalah-masalah keagamaan, terus mempengaruhi penafsiran-penafsiran yang diberikan oleh para ahli masa kini berkenaan dengan berbagai macam masalah, yaitu gejala-gejala alam. Oleh karena itu, kita mesti menegaskan fakta bahwa sel telur wanita tidak terkandung di dalam suatu cairan seperti sperma, dan bahwa berbagai keluaran getah yang benar-benar terjadi di dalam vagina dan lendir rahim sepenuhnya tak ada hubungannya dengan pembentukan suatu manusia baru sejauh menyangkut zat aktual mereka.   'Cairan-cairan yang bercampur' yang dirujuk oleh Al-Quran hanya khas bagi cairan sperma yang kompleksitasnya dengan demikian terpaparkan.   Seperti kita ketahui, cairan ini terdiri atas keluaran-keluaran getah dari kelenjar-kelenjar berikut ini: buah pelir-buah pelir benih (mani), prostat* dan kelenjar-kelenjar yang melekat pada saluran kencing.   Al-Quran masih menyebut hal-hal lain. Ia juga menjelaskan kepada kita bahwa unsur pembuah pria berasal dari cairan sperma.   "(Tuhan) menjadikan keturunannya dari saripati cairan yang hina." (QS 32:8)   Kata sifat 'yang hina' (mahin di dalam bahasa Arab) mesti diterapkan tidak saja pada sifat cairan itu sendiri melainkan juga pada fakta bahwa ia disemprotkan melalui saluran kencing.   Mengenai kata 'saripati', kita sekali lagi bertemu dengan kata Arab sulalat, yang kepadanya kita tadi merujuk dalam memperbincangkan pembentukan manusia, selama Penciptaan, dari 'sari pati' lempung. Hal itu menunjuk pada 'sesuatu yang diambil dari sesuatu yang lain', sebagaimana kita lihat di atas, dan juga kepada bagian terbaik dari sesuatu '. Konsep yang diungkapkan di sini tidak bisa tidak, membuat kita berpikir tentang spermatozoa.   

 Penanaman Telur Dalam Organ-Organ Kemaluan Wanita .

   Penanaman sel telur yang telah terbuahi di dalam rahim disebutkan dalam banyak ayat Al-Quran. Kata Arab yang digunakan dalam konteks ini adalah 'alaq, yang arti tepatnya adalah 'sesuatu yang bergantung' sebagaimana dalam ayat berikut ini.   

 [Tulisan Arab]   "Bukankah (manusia) dahulu adalah sejumlah kecil sperma yang ditumpahkan? Kemudian ia menjadi sesuatu yang bergantung; lalu Allah membentuknya dalam ukuran yang tepat dan selaras." (QS 75:37-38)   

Merupakan suatu fakta yang kuat bahwa sel telur yang dibuahi tertanam dalam lendir rahim kira-kira pada hari keenam setelah pembuahan mengikutinya dan secara anatomis sungguh telur tersebut merupakan sesuatu yang bergantung.   Gagasan tentang 'kebergantungan' mengungkapkan arti asli kata dalam bahasa Arab 'alaq. Salah satu turunan dari kata tersebut adalah 'segumpal darah,' suatu penafsiran yang masih kita temukan sekarang dalam terjemahan-terjemahan Al-Quran. Hal ini sepenuhnya merupakan terjemahan yang tidak tepat dari pengulas-pengulas zaman dahulu yang melakukan penafsiran menurut arti turunan kata tersebut. Karena kurangnya pengetahuan pada waktu itu, maka mereka tak pernah menyadari bahwa arti asli kata tersebut sudah sepenuhnya memadai. Di samping itu, dalam hal ayat-ayat yang mengandung pengetahuan modern, ada satu kaidah umum yang terbukti tak pernah salah, yaitu bahwa makna paling tua dari suatu kata selalu merupakan arti yang dengan jelas menunjukkan kesetaraannya dengan penemuan-penemuan ilmiah, sedang arti-arti turunannya secara berubah-ubah membawa kepada pernyataan-pernyataan yang tidak tepat atau malah sama sekali tak punya arti. 

  Evolusi Embrio di Dalam Rahim .

   Segera setelah berevolusi melampaui tahap yang dicirikan di dalam Al-Quran oleh kata sederhana 'sesuatu yang bergantung,' embrio, menurut Al-Quran, melewati satu tahap yang di dalamnya ia secara harfiah tampak seperti daging (daging yang digulung-gulung). Sebagaimana kita ketahui ia terus tampak demikian sampai kira-kira hari kedua puluh ketika ia mulai secara bertahap mengambil bentuk manusia. Jaringan-jaringan tulang dan tulang belulang mulai tampak dalam embrio itu yang secara berturutan diliputi oleh otot-otot. Gagasan ini diungkapkan dalam Al-Quran sebagai berikut:  

 [Tulisan Arab]   "Kami bentuk hal yang menjadi segumpal daging yang digulung-gulung, dan segumpal daging itu Kami bentuk menjadi tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging yang utuh." (QS 23 14)   

Dua tipe daging yang diberi dua nama berbeda di dalam Al-Quran, yang pertama 'daging yang digulung-digulung' disebut sebagai mudhraj, sedang yang kedua 'daging yang masih utuh' ditunjukkan oleh kata lahm yang memang menguraikan secara amat tepat bagaimana rupa otot itu.   Al-Quran juga menyebutkan munculnya indera-indera dan bagian-bagian dalam tubuh.   

 [Tulisan Arab]   "(Tuhan) menganugerahkan bagimu pendengaran, penglihatan dan bagian-bagian dalam tubuh." (QS 32:9)   

Penunjukan dalam Al-Quran kepada organ-organ seksual mesti juga kita perhatikan, karena perujukan olehnya sungguh sangat tepat sebagaimana ditunjukkan oleh ayat ini.  

 [Tulisan Arab]   "(Tuhan) membentuk berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan dari sejumlah kecil (sperma) ketika sejumlah kecil (sperma) itu dipancarkan." (QS 53 :45-46)   

Sebagaimana telah kita lihat di atas, Al-Quran menekankan fakta bahwa hanya sejumlah amat kecil cairan sperma yang dibutuhkan untuk pembuahan. Unsur pembuah pria, yaitu spermatozoa, mengandung hemicromosom yang akan menentukan jenis kelamin calon manusia itu. Saat-saat yang menentukan terjadi ketika spermatozoa menembus sel telur dan kemudian jenis kelamin tersebut tidak berubah. Ayat-ayat yang dikutip di atas menunjukkan bahwa jenis kelamin manusia ditentukan oleh sejumlah kecil cairan pembuah. Cairan inilah yang membawa spermatozoa yang mengandung hemicromosom yang menentukan bentuk seksual manusia baru. Dalam konteks ini teks Al-Quran dan data embriologi modern secara sangat mencengangkan ternyata sama.   Semua pernyataan ini sesuai dengan fakta-fakta kuat masa kini. Tetapi bagaimana orang-orang yang hidup pada masa Muhammad dapat mengetahui berbagai rinci embriologi? Karena data ini belum ditemukan sampai seribu tahun setelah wahyu Al-Quran diturunkan. Sejarah sains membuat kita menyimpulkan bahwa tak ada satu penjelasan manusia mengenai kemaujudan ayat-ayat ini di dalam Al-Quran.  

 Transformasi-Transformasi Bentuk Manusia Sepanjang Abad dan Perkembangan Embrionik .

   Bagi orang-orang yang tidak akrab dengan embriologi dan genetika, tidak segera tampak bahwa setiap dan semua modifikasi yang berlangsung di dalam individu manusia berasal dari perubahan-perubahan yang terjadi pada gen-gen yang diberikan kepada individu baru oleh kromosom-kromosom yang diturunkan dari ayah dan ibunya. Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, satu pembagian berlangsung dalam setiap warisan genetis yang diikuti satu penyatuan unsur-unsur yang berasal dari paruh masing-masing. Hal ini dengan cepat menimbulkan awal perubahan-perubahan morfologis selama kehamilan, dan dengan demikian juga modifikasi-modifikasi fungsional yang muncul kemudian. Dengan demikian transformasi-transformasi terus berlangsung setelah lahirnya sang bayi, melewati pertumbuhan masa kecil, hingga individu tersebut mencapai kedewasaan dan transformasi-transformasi tersebut sepenuhnya sempurna.   Jika konsep-konsep ini tidak dipahami dengan benar, maka kesalahan-kesalahan bisa terjadi berkenaan dengan gagasan-gagasan orang-orang yang biasa berpikir bahwa ayat-ayat Al-Quran yang dikutip dalam bab ini berkenaan hanya dengan perkembangan bayi di dalam rahim dan mengabaikan perkembangan morfologis berikutNya dari manusia itu. Itulah sebabnya kenapa sangat penting untuk memasukkan semua ayat yang merujuk pada reproduksi manusia dalam studi kita mengenai bagian -bagian teks Al-Quran yang- sejauh yang dapat saya lihat berhubungan dengan transformasi-transformasi bentuk manusia selama berabad-abad.   Untuk menjernihkan persoalan ini, saya akan memberikan satu contoh berkenaan dengan transformasi patologis yang terdiri atas suatu kerusakan bawaan yang khususnya umum terjadi di antara kesalahan-kesalahan pembentukan manusia: yaitu mongolisme.° Penemuan-penemuan telah menunjukkan bahwa hal itu disebabkan atau diakibatkan oleh berlipat tiganya suatu kromosom yang telah diberi nomor 21, yang darinya kerusakan tersebut mengambil nama Trisomi 21. Pada masa kini diketahui bahwa penyebabnya terletak pada gen-gen yang terkandung dalam kromosom dan bahwa kerusakan tersebut terjadi dengan frekuensi maksimum ketika ibu sang bayi berumur lebih dari 40 tahun.   Penyakit tersebut dicirikan oleh suatu perkembangan fisik dan intelegensia kanak-kanak dan bentuk-bentuk morfologis khas tertentu yang barangkali tidak tampak jelas waktu kelahiran tapi kemudian menjadi sangat nyata. Jadi, kondisi tersebut dikenali, cepat atau lambat, sesuai dengan tingkat keseriusannya. Meskipun demikian, apa pun kasusnya, karakteristik dasarnya diperoleh selama minggu-minggu pertama kehidupan.   Modifikasi-modifikasi morfologis yang bermacam-macam dalam diri manusia mengikuti pola yang sama. Proses tersebut bermula selama kehamilan, dan secara bertahap menjadi lebih nyata hingga manusia tersebut mencapai kedewasaan. Dengan demikian, selama generasi-generasi yang berturutan yang memisahkan Australopitecus dari manusia modern (yang mencapai sepuluh ribu unit), masuk akallah untuk beranggapan bahwa tak sedikit modifikasi yang terjadi dalam setiap generasi, yang secara bertahap tertumpuk hingga menghasilkan transformasi-transformasi yang melahirkan manusia sebagaimana kita kenali pada masa kini. Oleh karena itu, adalah mustahil, berkenaan dengan hasil akhirnya, untuk memisahkan modifikasi-modifikasi kecil yang selaras yang terjadi atau berlangsung dalam setiap generasi di dalam rahim dari transformasi-transformasi menyeluruh yang terjadi atas sejumlah besar generasi. Penjelasan ini diperlukan untuk memahami cara Al-Quran mengungkapkan konsep ini, sehubungan dengan evolusi embrio di dalam rahim, menurut kehendak Allah, sebagaimana dinyatakan dengan jelas di dalam Al-Quran.   ------------- Catatan kaki:   ° Mongolisme: kepandiran bawaan, yang dalam kepandiran bawaan itu seorang anak dilahirkan dengan tengkorak kepala yang pendek dan rata (pesek), kedua mata yang sipit, dan kelainan-kelainan lain -penyunting (SELESAI)
 
Sumber :http://media.isnet.org/islam/Bucaille/Manusia/Manusia5.html 


Asal Manusia Menurut Bibel, Al-Quran, Sains oleh Dr. Maurice Bucaille Penerbit Mizan, Cetakan VII, 1994

Comments

Post a Comment

Please give your comments here

Popular posts from this blog

Mengenal Sejarah dan Proses Pembuatan Kiswah (Kain Penutup Ka’bah)